Ya Allah… Sedih sekali menyaksikan Pondok Gontor, tempat anak anak sekarang belajar, sedang di uji dengan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Alm Albar Mahdi dari palembang.
Asli bikin sesek, pilu… Serasa jadi duta pondok untuk melayani pertanyaan orang orang. Se
Semoga Allah lindungi Pondok, berikan petunjuk dan pertolongan Mu ya Allah..
Berikut kopas tulisan dari grup, yang mewakili perasaan hati ini
****
Jujur,beberapa hari ini setiap coba membaca kolom komentar di akun Pondok Modern Darussalam Gontor hati saya sedih. Saya tidak tahu,apakah rasa sedih itu karena mulai ada rasa cinta atau karena apa.
Macam-macam komentar negatif dan menyudutkan diarahkan ke pondok,bukti bahwa netizen Indonesia luar biasa nyinyirnya.
Dalam kondisi seperti ini saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa setelah kejadian ini para wali santri tidak rame-rame mengeluarkan anaknya dari pondok, kenapa para alumni rame rame membela sampai dituduh cinta buta oleh netizen di luar sana.
Saya sebagai salah satu orang tua yang menitipkan anaknya di Pondok Modern Darussalam Gontor rasanya punya jawaban sendiri, dan penemuan jawaban itu membawa saya kembali pada niat awal kenapa memilih Gontor sebagai tempat menimba ilmu bagi anak laki-laki saya pertama.
Anak adalah harta paling berharga bagi orang tua, itulah mengapa memilih tempat pendidikan terbaik adalah satu cara mereka mengekspresikan rasa cintanya.
Tidak banyak lembaga pendidikan yang saya tahu,menawarkan kesetaraan dengan motto berdiri di atas dan untuk semua golongan. Analoginya di atas hanya ada langit, di bawah hanya ada tanah seolah ingin menggambarkan bahwa tidak ada yang boleh merasa lebih tinggi pun merasa lebih rendah. Gontor dengan pengalaman hampir seratus tahun membuktikan itu, anak menteri anak petani sama saja. Anak pengusaha,anak buruh biasa tidak ada bedanya.
Tidak banyak lembaga pendidikan yang saya tahu memiliki kurikulum sendiri dan bebas merdeka menjalankannya tanpa intervensi, dikenal dengan KMI. Banyak teman atau kenalan yang bertanya-tanya ingin tahu karena memang banyak berbeda. Sementara di luar sana,intervensi dari banyak kepentingan dengan mudah terjadi.
Tidak banyak lembaga pendidikan yang memperlihatkan keberagaman. Gontor lagi lagi membuktikan,santrinya yang ribuan itu berasal dari berbagai suku,provinsi,bahkan dari luar negeri. Potret Indonesia mudah kita lihat di sini. Mereka dididik tidak fanatik suku, karena lagi lagi mereka semua sama nilainya. Meski lokasi sekolah mereka di kampung,tapi pergaulan mereka tidak.
Tidak banyak lembaga pendidikan yang mempromosikan kejujuran. Di banyak sekolah,nyontek itu biasa dan leluasa. Tambah tambah nilai lumrah terjadi. Anak yang jujur jadi gelisah, teman nya bisa punya nilai tinggi padahal hasil lirik sana sini. Tapi di Gontor, nyontek itu pelanggaran, kalau ketahuan sanksinya berat. Nilai raport 3 dan 4 itu biasa, bahkan tinggal kelas juga ada. Biasanya orang tua terima raport santai, tapi di Gontor suasana hati campur aduk, lebih emosional karena siap dengan kemungkinan naik percobaan atau tinggal kelas.
Tidak banyak lembaga pendidikan yang bilang mereka tidak menjanjikan ijazah, padahal ini yang diharapkan banyak orang yang katanya sekolah cari ilmu. Gontor tidak menjanjikan ijazah,Ijazah bukan tujuan,meski itu bisa jadi diperoleh setelah hadirnya dibuktikan lewat fase pengabdian.
Guru,ustadz yang mendidik dan mendampingi anak anak 24 jam itu tidak digaji, mereka mengabdi, SPP yang dibayarkan tiap bulan untuk uang makan tidak cukup membayar itu semua.
Akhirnya saya kembali tersadarkan, duh..ternyata itu semua yang membuat saya sedih,saya menyaksikan dan melihat begitu banyak pemandangan ketulusan, pengorbanan, keikhlasan, kekompakan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya jatuh cinta. Saya sadar, kali ini ada yang salah,bahkan jauh sebelum ini mungkin ada juga yang salah,ada yang kurang,karena semua tak mungkin sempurna.
Oleh karenanya tak adil mengarahkan semua keburukan itu seolah tak ada kebaikan yang terlihat. Pantaslah ribuan wali santri tetap bertahan, saling mendukung dan mendoakan,memberi masukan tanpa menghakimi. Sekali lagi terlalu banyak keikhlasan.
Terngiang-ngiang pernyataan kyai, kami tidak pernah pasang iklan, anda yang titipkan mereka di sini, kalau tidak percaya silahkan bawa pulang.
Saya hanya menitipkan do’a lirih, semoga badai ini cepat berlalu, memberikan mutiara hikmah, menjadi catatan bagi semua. Semoga Allah berikan semua yang terbaik, bagi keluarga besar korban, keluarga besar pondok,dan netizen yang baik budi di luar sana. (Catatan hati seorang Bunda, 7 Sep 2022).